Selain kebudayaan Bacson-Hoabinh dan Dong Son yang berada di utara Vietnam, ada pula kebudayaan yang berhubungan dengan masyarakat Indonesia purba, yaitu kebudayaan Sa Huynh diselatan Vietnam.
Budaya Sa Huynh didukung oleh kelompok sosial yang berbahasa Cham (Austronesia) yang diperkirakan berasal dari Indonesia. Penduduk yang mendiami wilayah Sa Huynh ini diperkirakan berasal dari Semenenjung Melayu atau Kalimantan. Seorang arkeolog Vietnam mengemukakan bahwa sebelum munculnya budaya Sa Huynh atau budaya turunan langsung dari Sa Huynh, daerah Vietnam Selatan telah didiami oleh bangsa yang berbahasa Austronesia. Orang-orang Cham (Campa) pernah mengembangkan peradaban yang dipengaruhi oleh budaya India.
Kemudian mereka dikalahkan oleh ekspansi yang dilakukan oleh penduduk mayoritas Vietnam sekarang. Mereka yang tetap bertahan menjadi kelompok minoritas. Keberadaan masyarakat Cham di dekat pusat-pusat penemuan benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa prasejarah ini memiliki arti yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa Austronesia dan memiliki kedekatan fisik dengan orang Indonesia. Kebudayaan Sa Huynh yang diketahui hingga kini kebanyakan berbentuk kuburan tempayan, yakni jenazah dimasukkan ke dalam tempayan besar. Penguburan jenis ini merupakan adat yang mungkin dibawa oleh orang-orang Cham gelombang pertama ke Indonesia, karena penguburan dalam tempayan tak terdapat pada kebudayaan Dong Son atau yang lain yang sezaman di daratan Asia Tenggara.
             Penemuan-penemuan Sa Huynh terdapat di kawasan pantai, mulai dari Vietnam Tengah selatan hingga ke delta lembah Sungai Mekong. Budaya Sa Huynh banyak memiliki kesamaan dengan peninggalan yang ditemukan di wilayah Laut Sulawesi. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut "Lingling O") dan jenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan kedua ujungnya berhiaskan kepala hewan (mungkin kijang) yang ditemukan di sejumlah daerah di Muangthai, Vietnam, Palawan, dan Serawak.
Sketsa artefak kebudayaan Sa Huynh
Contoh hasil kebudayaan Sa Huynh

Kebudayaan Sa Huynh yang berhasil ditemukan mencakup berbagai perkakas yang bertangkai corong, seperti sekop, tembilang, dan kapak. Ada pula yang tidak memiliki corong, seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun, cincin dan gelang berbetuk spiral. Teknologi pembuatan perkakas-perkakas dari besidi wilayah Sa Huynh diperkirakan berasal dari Cina. Perkakas besi ternyata lebih banyak dipergunakan dalam budaya Sa Huynh dibanding dalam budaya Dong Son. Benda-benda perunggu yang ditemukan di Sa Huynh berupa perhiasan, gelang, lonceng, dan bejana-bejana kecil. Ditemukan pula beberapa manik-manik emas yang langka, manik-manik kaca dari batu agate bergaris, manik-manik Carnelian (bundar, seperticerutu), dan kawat perak. Kebudayaan Sa Huynh ditafsir berlangsung antara tahun 600 SM hingga awal Masehi.

Budaya Dong Son


Pembuatan benda-benda perunggu didaerah vietnam utara dimulai sekitar tahun  2500 sm dan dihubungkan dengan tahap-tahap budaya dong dau dan gou mun. Apabila dibandingkan dengan daerah muangthai tengah dan Muangthai timur laut, daerah vietnam memiliki bukti paling awal tentang pembuatan perunggu di Asia tenggara. Namun perlu diketahui bahwa benda-benda perunggu yang telah ada sebelum tahun 500 SM terdiri atas kapak corong (corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya)dan ujung tombak, sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah dan benda-benda kecil lainnya seperti pisau,kail,gelang dan lain-lain.
Penemuan benda-benda dari kebudayaan Dong Son sangat penting karena benda-benda logam yang ditemukan di wilayah indonesia umumnya bercorak Dong Son, dan bukan mendapat pengaruh budaya logam dari india maupun cina. Budaya perunggu bergaya Dong Son tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan kepulauan indonesia. Hal ini terlihat dari kesamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya. Misalnya nekara, menunjukkan pengaruh yang sangat kuat.Nekara dari tipe heger 1 memiliki kesamaan dengan nekara yang paling bagus dan tertua di Vietnam.
Benda-benda perunggu lainnya yang berhasil ditemukan di daerah Dong Son serta beberapa kuburan seperti daerah Vie Khe, Lang Cha, Lang Var. Satu nekara yang ditemukan yang besar berisi 96 mata bajak perunggu bercorang. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari besi, meskipun jumlahnya sangat sedikit. Dari penemuan benda-benda budaya Dong Son itu, diketahui cara pembuatannya dengan menggunakan teknik cetak lilin hilang yaitu dengan membuat bentuk benda dari lilin, kemudian lilin itu di balut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada tanah liat tersebut.
Budaya Dong Son sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya perunggu di indonesia. Bahkan tidak kurang dari 56 nekara yang berhasil ditemukan di beberapa wilayah Indonesia dan terbanyak nekara ditemukan di Sumatera, Jawa, Maluku Selatan. Nekara yang penting ditemukan diwilayah indonesia dari pulau sangeang dekat sumbawa yang berisi hiasan gambar orang yang menyerupai pakaian dinasti Han. Hiasan seperti itu diperkirakan belum dikenal oleh penduduk pulau tempat nekara tersebut ditemukan.



Berbagai Peninggalan Budaya Dong-Son 

Heine Goldem meneliti nekara yang ditemukan dan menyatakan bahwa nekara yang ditemukan di daerah sangeang diperkirakan diceak di daerah funan yang telah terpengaruh oleh budaya india pada 250 SM. Pengamatan menarik dari Berner Kempres menunjukkan bahwa semua nekara yang ditemukan di bali memliki 4 patung katak pada bagian pukulnya. Selain itu pola-pola hiasan nekara tersebut tidak begitu terpadu antara gambar satu dengan yang lainnya.

Berners kempers memberikan gambaran cara nekara tipe heger I di cetak secara utuh. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menyerupai bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu di hias dengan cap-cap dari tanah liat atau batu yang berpola hias perahu dan iring-iringan manusia. Untuk menambah hiasan yang lebih naturalistik, seperti gambar rumah, lembaran lilin tadi langsung ditambah goresan gambar yang dikehendakinya. Kemudian lembaran lilin yang telah di hias itu di tutup dengan tanah liat yang barfungsi sebagai cetakan bagian luar, setelah terlebih dahulu diberi paku-paku penjaga jarak. Setelah itu di bakar dan lilin meleleh keluar rongga yang di tinggalkan lilin tersebut diisi dengan cairan logam. Selain nekara, di wilayah Indonesia juga ditemukan benda-benda perunggu lainnya seperti patung-patung, peralatan rumah tangga, peralatan bertani maupun perhiasan-perhiasan.



                                            Budaya Sa Huynh

Pada zaman pra sejarah daerah kawasan Asia Tenggara merupakan satu kesatuan daerah kebudayaan, yaitu jenis kebudayaan batu muda (Neolitikum) dengan pusatnya di Bacson dan Hoa-Bihn, dan jenis kebudayaan perunggu dengan pusat di Dong son.



Perkiraan pusat budaya Bacson-Hoabinh, Sa Huynh dan Dong-Son terletak di bagian selatan Vietnam




Kebudayaan neolith dari Bacson dan Hoa-Bihn ini sisa-sisanya banyak dijumpai dalam bentuk kapak lonjong dan kapak persegi, pebble (kapak Sumatera) dan kapak genggam, termasuk juga dalam bentuk  perhiasan-perhiasan dari jenis batu indah. Kebudayaan ini oleh Madame Madelene Colani, seorang ahli prasejarah Perancis dinamakan kebudayaan Bacson Hoa-Bihn. Disebut demikian karena pusat perkembangannya terutama di daerah Bacson-Hoa-Bihn, Tonkin, Vietnam. Penyelidikan menunjukkan bahwa di daerah tersebut diduga merupakan pusat kebudayaan hidup menetap (Mesolitikum) Asia Tenggara, dan dari situ tersebar ke berbagai jurusan.
                      Kecuali hasil kebudayaan, banyak pula ditemukan tulang-belulang manusia. Ternyata bahwa pada waktu itu Tonkin didiami terutama oleh dua golongan bangsa, yakni jenis ras Papua Melanesoid dan jenis ras Europaeid. Disamping itu, ada pula ras Mongoloid dan Austroloid. Ras Papua Melanesoid ini mempunyai penyebaran yang paling luas di daerah selatan, yakni di Hindia Belakang, Nusantara, sampai di pulau-pulau Lautan Teduh. Bangsa inilah yang berkebudayaan alat-alat Mesolitikum yang belum diasah (pebbles), sedangkan kecakapan mengasah (proto-neolitikum) rupa-rupanya hasil pengaruh dari ras Mongoloid yang sudah lebih tinggi dari peradabannya.


            Sejalan dengan pesebaran ras Melanesoid ke wilayah selatan, maka kebudayaan neolith ini pun terbawa pula sehingga sisa alat-alat ini banyak ditemukan di Kepulauan Nusantara, Fillipina, Formusa, Melanesia, Micronesia dan kepulauan-kepulauan di lautan teduh. Demikian juga kebudayaan perunggu dari Dongson, sisa-sisanya pun yang berupa: nekara, bejana perunggu, kapan corong, moko dan sebagainya banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Oleh para ahli pra sejarah disebut Kebudayaan Dongson karena penemu pertama kali kebudayaan tersebut ialah Dong Son, yakni di Annam Utara, Indo Cina.

          Mengenai umur kebudayaan Dongson , semula Victor Goloubew (penyidik pertama) berpendapat bahwa kebudayaan perunggu itu berkembang sejak abad pertama SM. Pendapatnya berdasarkan atas penemuan berbagai mata uang Tionghoa zaman Han sekitar tahun 100 sebelum masehi (SM) yang didapatkan dikuburan-kuburan di Dongson. Anehnya, disitu juga ditemukan nekara-nekara tiruan kecil, dari perunggu pula. Rupa-rupanya nekara-nekara kecil itu diberikan  kepada orang yang meninggal sebagai bawaan ke akhirat. Tentu saja nekara tiruan itu dibuatnya itu dibuatnya lama sesudah nekara betulan ada. Kalau nekara bekal mayat itu sama umurnya  dengan mata uang zaman Han, bekal mayat juga; Maka  nekara  harus  sudah dibuat sebelum tahun 100 SM. Maka menurut Von Heine, Pendapat ini  diperkuat lagi oleh hasil penyelidikan atas hiasan-hiasan nekara  Dongson yang ternyata tidak ada persamaannnya dengan hiasan-hiasan Cina pada zaman Han.
            Seperti telah dikemukakan diatas, kebudayaan Mesolitikum di negeri kita asalnya dari daerah Bacson Hoabihn. Akan tetapi, disana tidak ditemukan flakes, sedangkan dari  abris  sous  roche banyak sekali flakes itu. Demikian pula di Pulau Luzon (Fillipina) ditemukan flakes, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kebudayaan flakes datangnya dari daratan asia melalui Jepang , Formusa dan Fillipina. Hal ini diperkuat kenyataan bahwa di Sumatera Timur, Malaysia Barat dan Hindia Belakang tidak juga ditemukan flakes. Maka rupanya di Jawa dan Sulawesi  bertemulah dua macam aliran kebudayaan Mesolitikum itu, yakni:

  • Kebudayaan Bacson Hoabihn dengan  Pebble dan alat-alatnya dari tulang yang datang melalui jalan Barat, dan
    1. .      Kebudayaan flakes yang datangnya melalui jalan timur.

      Istilah Bacson-Hoabinh ini dipergunakan sejak tahun 1920-an, yaitu untuk menunjukkan suatu tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya. Daerah tempat penemuan dari peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan diseluruh Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma) di barat ke utara hingga provinsi-provinsi selatan. Ciri khas alat batu kebudayaan ini adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran lebih kurang satu kepalan, dan sering kali seluruh tepiannya tajam. Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segitiga, dsb.
                  Di wilayah Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat ditemukan di daerah Sumatera (Lhokseumawe dan medan), Jawa (lembah Bengawan Solo), Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi (Cabbenge) sampai ke Papua (Irian Jaya).


      Kebudayaan Dong-Son






            Udara yang dingin malam itu membuatku terbangun. Saat melihat jam, aku terkejut karena waktu masih menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun sepertinya, aku harus segera pergi ke toilet saat itu. Terpaksaku langkahkan kaiku ke arah dapur. Rasa takut sedikit menghantuiku, tapi akhirnya aku keluar dari toilet itu. Saat hendak berbaring ke tempat tidur lagi, mata menangkap kedip cahaya dari ponsel. Kuraih ponsel itu.
         "apaansih malem-malem ganggu!",gerutuku kesal melihat sms masuk.
         Saat ku buka sms itu, mataku terbelalak. Seketika aku tersadar, bahwa dunia telah berganti hari. Senyumku mengembang membaca 3 SMS dari orang-orang yang-aku rasa-mereka menyayangiku. Kemudian muncul satu  SMS lagi saat aku ingin menutup ponselku itu. Geli sekaligus terharu saat membayangkan mereka-Fiya,Rizka dan Sherly-yang rela-rela menunggu pergantian hari sampai larut malam hanya untuk mengucapkan ini. Akhirnya, aku putuskan ajakan mataku yang sedari tadi membujuk untuk menutup kembali, dan menyudahi SMS mereka.
           Pagi hari, aku terbangun dengan semangat yang beda dari hari-hari biasanya. Dengan cekatan aku mempersiapkan hal-hal untuk hari ini. Akhirnya aku sampai pada sesi terakhir persiapan ke sekolah yaitu, berpamitan dengan orang tua. 
           "Sini cium dulu pipinya", ucap Mama. walaupun enggan karena tidak biasa diperlakukan seperti itu, akhirnya pipiku dicium lembut oleh beliau.
          Pagi itu terasa sangat istimewa. Matahari bersinar riang. Langit biru membentang. Seolah-olah hari ini dunia tidak hanya menyambutku dengan 'Selamat Pagi Ayu' tetapi juga dengan 
    'Selamat ulang tahun Ayu!'
          
            Jumat, 10 Februari 2012 adalah hari pertamaku menginjakan kaki ke dunia di usia 16 tahun. Hari dimana umurku semakin berkurang. Hari dimana aku harus memulai untuk lebih baik dari sebelumnya.
           Disekolah, ucapanpun menyambutku. Namun, tidak hanya ucapan langsung yang mereka berikan padaku, tetapi juga ucapan tak langsung melalui jejaring sosial. Kebahagiaanku tidak sampai disitu, sepulang sekolah aku mengikuti ekskul paskibra. Biasanya kami berkumpul hari Senin atau Sabtu, tetapi berbeda dengan hari ini. Sebetulnya aku sudah merasa ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Mulai dari aku yang dijauhi sebelum ekskul dimulai, teman-teman yang seolah menghilang, dan yang paling mencurigakan adalah Lisa dan Wayan-teman paskibraku-yang kulihat membawa bungkusan plastik putih lumayan besar. Saat itu, aku hanya berharap, tidak ada hal bodoh yang akan terjadi.
           Ternyata harapanku tak terkabul. Saat ekskul mulai, aku sudah terciprat omelan senior. Tak sampai disitu, aku juga diseri karena dianggap bersalah. Dalam posisi setengah seri, sebenarnya kupaksakan senyumku agar tidak mengembang, karena jujur saja saat itu aku mulai bisa membaca kejutan-kejutan mereka, aku juga geli sendiri dengan keadaanku. Tiba-tiba satu guyuran air terjun bebas ke punggungku diikuti suara teman-teman yang bernyanyi....

        "Happy birthday Ayu..Happy birthday Ayu... Happy birthday, happy birthday, Happy birthday Ayu!!!'

        Akupun bangun dari posisi seriku. Karena terharu dengan kejutan mereka, satu tetes air dari mataku akhirnya turun. Aku tak pernah menyangka mereka yang hanya aku kenal  dalam beberapa bulan, tapi sudah mau membuatkan kejutan-kejutan spesial seperti ini. 
         "Fit, tiup dulu lilinnya', seru Chicha.
         "Make a wish fit, make a wish", susul Wayan.
    Setelah lilin dengan angka 1 dan 6 itu mati, pipiku tiba-tiba tertampar krim kue yang disengaja dilemparkan oleh salah sat senior dan teman-teman lain. Sekarang, satu sama lain saling melemparkan kue ke pipi masing-masing. Alhasil, kawasan ekskul menjadi belepotan krim.
           Tak sampai disitu, mereka berencana mencemplungkanku ke kolam ikan samping kelas Religi. 
          "nyemplung sendiri aja deh kang, ya...ya..ya?"pintaku ke Kang Adit, senior yang memaksaku untuk nyebur ke kolam ikan itu.
          Aku pikir, kalau aku mencemplungkan diri sendiri, tidak terlalu sakit, karena sebelumnya  aku pernah melihat orang yang dicemplungkan oleh teman-temannya ke kolam itu, dan badannya terkena batu ditengah-tengah kolam. Akupun menceburkan diriku sendiri ke kolam. Tapi ternyata teman-teman yang lain malah menyembunyikan sebelah sepatuku yang ku lepas saat akan mencebur ke kolam. 
         Jengkel sebenarnya, tapi aku tahu mereka berniat baik. Sambil menggigil kedinginan dan hampir merengek pada Ian dan Wili karena tampang mereka yang sungguh-sungguh mencurigakan, aku mencari sepatuku. Akhirnya aku melihat ada benda mengapung di kolam menyerupai sepatu. Alhasil aku kembali turun ke kolam dan mengambil sepatu itu. 
         Saat senja sudah mulai nampak, mereka menyudahi acara 'mengerjai'ku hari itu. Aku pikir, aku tak bisa pulang ke rumah dengan tenang, karena jujur saja walaupun sudah ganti baju, tapi bau amis dari kolam ikan tak kunjung hilang. Tapi kemudian ayah menghubungiku. Akupun dijemput ayah di gerbang sekolah dan pulang dengan selamat. Hehe
         Berikut beberapa momen yang sempat didokumentasikan oleh Wayan dan Chica






       dan beberapa tweet yang sempet aku printscreen



          Favorited


    Thanks a lot to Allah SWT who has give me this life :)
    Sekali lagi, makasih ya buat Mama, Ayah, Rizka, Fiya, Lutfi, Sherly, Icha, Putri, Wayan, Lisa, Dinda, Chica, Rika, Kang Adit, Teh Unis, Teh Nje, Kang Janvi, dan lain-lain yang ngga bisa disebutin, makasih karena udah buat hari itu jadi lebih spesial :))

    10 Februari !

    by on Mei 25, 2012
            Udara yang dingin malam itu membuatku terbangun. Saat melihat jam, aku terkejut karena waktu masih menunjukkan pukul 1 dini hari. ...