Budaya Bacson-Hoabinh

Pada zaman pra sejarah daerah kawasan Asia Tenggara merupakan satu kesatuan daerah kebudayaan, yaitu jenis kebudayaan batu muda (Neolitikum) dengan pusatnya di Bacson dan Hoa-Bihn, dan jenis kebudayaan perunggu dengan pusat di Dong son.



Perkiraan pusat budaya Bacson-Hoabinh, Sa Huynh dan Dong-Son terletak di bagian selatan Vietnam




Kebudayaan neolith dari Bacson dan Hoa-Bihn ini sisa-sisanya banyak dijumpai dalam bentuk kapak lonjong dan kapak persegi, pebble (kapak Sumatera) dan kapak genggam, termasuk juga dalam bentuk  perhiasan-perhiasan dari jenis batu indah. Kebudayaan ini oleh Madame Madelene Colani, seorang ahli prasejarah Perancis dinamakan kebudayaan Bacson Hoa-Bihn. Disebut demikian karena pusat perkembangannya terutama di daerah Bacson-Hoa-Bihn, Tonkin, Vietnam. Penyelidikan menunjukkan bahwa di daerah tersebut diduga merupakan pusat kebudayaan hidup menetap (Mesolitikum) Asia Tenggara, dan dari situ tersebar ke berbagai jurusan.
                      Kecuali hasil kebudayaan, banyak pula ditemukan tulang-belulang manusia. Ternyata bahwa pada waktu itu Tonkin didiami terutama oleh dua golongan bangsa, yakni jenis ras Papua Melanesoid dan jenis ras Europaeid. Disamping itu, ada pula ras Mongoloid dan Austroloid. Ras Papua Melanesoid ini mempunyai penyebaran yang paling luas di daerah selatan, yakni di Hindia Belakang, Nusantara, sampai di pulau-pulau Lautan Teduh. Bangsa inilah yang berkebudayaan alat-alat Mesolitikum yang belum diasah (pebbles), sedangkan kecakapan mengasah (proto-neolitikum) rupa-rupanya hasil pengaruh dari ras Mongoloid yang sudah lebih tinggi dari peradabannya.


            Sejalan dengan pesebaran ras Melanesoid ke wilayah selatan, maka kebudayaan neolith ini pun terbawa pula sehingga sisa alat-alat ini banyak ditemukan di Kepulauan Nusantara, Fillipina, Formusa, Melanesia, Micronesia dan kepulauan-kepulauan di lautan teduh. Demikian juga kebudayaan perunggu dari Dongson, sisa-sisanya pun yang berupa: nekara, bejana perunggu, kapan corong, moko dan sebagainya banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Oleh para ahli pra sejarah disebut Kebudayaan Dongson karena penemu pertama kali kebudayaan tersebut ialah Dong Son, yakni di Annam Utara, Indo Cina.

          Mengenai umur kebudayaan Dongson , semula Victor Goloubew (penyidik pertama) berpendapat bahwa kebudayaan perunggu itu berkembang sejak abad pertama SM. Pendapatnya berdasarkan atas penemuan berbagai mata uang Tionghoa zaman Han sekitar tahun 100 sebelum masehi (SM) yang didapatkan dikuburan-kuburan di Dongson. Anehnya, disitu juga ditemukan nekara-nekara tiruan kecil, dari perunggu pula. Rupa-rupanya nekara-nekara kecil itu diberikan  kepada orang yang meninggal sebagai bawaan ke akhirat. Tentu saja nekara tiruan itu dibuatnya itu dibuatnya lama sesudah nekara betulan ada. Kalau nekara bekal mayat itu sama umurnya  dengan mata uang zaman Han, bekal mayat juga; Maka  nekara  harus  sudah dibuat sebelum tahun 100 SM. Maka menurut Von Heine, Pendapat ini  diperkuat lagi oleh hasil penyelidikan atas hiasan-hiasan nekara  Dongson yang ternyata tidak ada persamaannnya dengan hiasan-hiasan Cina pada zaman Han.
            Seperti telah dikemukakan diatas, kebudayaan Mesolitikum di negeri kita asalnya dari daerah Bacson Hoabihn. Akan tetapi, disana tidak ditemukan flakes, sedangkan dari  abris  sous  roche banyak sekali flakes itu. Demikian pula di Pulau Luzon (Fillipina) ditemukan flakes, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kebudayaan flakes datangnya dari daratan asia melalui Jepang , Formusa dan Fillipina. Hal ini diperkuat kenyataan bahwa di Sumatera Timur, Malaysia Barat dan Hindia Belakang tidak juga ditemukan flakes. Maka rupanya di Jawa dan Sulawesi  bertemulah dua macam aliran kebudayaan Mesolitikum itu, yakni:

  • Kebudayaan Bacson Hoabihn dengan  Pebble dan alat-alatnya dari tulang yang datang melalui jalan Barat, dan
    1. .      Kebudayaan flakes yang datangnya melalui jalan timur.

      Istilah Bacson-Hoabinh ini dipergunakan sejak tahun 1920-an, yaitu untuk menunjukkan suatu tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya. Daerah tempat penemuan dari peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan diseluruh Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma) di barat ke utara hingga provinsi-provinsi selatan. Ciri khas alat batu kebudayaan ini adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran lebih kurang satu kepalan, dan sering kali seluruh tepiannya tajam. Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segitiga, dsb.
                  Di wilayah Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat ditemukan di daerah Sumatera (Lhokseumawe dan medan), Jawa (lembah Bengawan Solo), Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi (Cabbenge) sampai ke Papua (Irian Jaya).


      Kebudayaan Dong-Son






    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar